Tentang Bagaimana Menjadi Penduduk
Duduk sambil menunggu namamu di panggil
itu adalah hal yang paling membosankan, setidaknya begitulah menurutku.
Itulah yang aku lakukan di kantor
kecamatan, apa kau tahu apa yang aku lakukan? Ya, tepat sekali, aku sedang
mengurus untuk membuat KTP, aku kehilangan benda itu, sepertinya, dan aku
memutuskan untuk membuatnya, walaupun sebenarnya itu tidak begitu penting,
maksudku aku tidak tahu apa fungsi benda itu, aku gunakan untuk ngupil
sepertinya tidak muat di hidungku, tetapi kalau bisa aktivitas ngupil pasti
akan lebih efisien.
Bayangkan saja, pasti aku bisa
mendapatkan upil yang lebih besar dengan hanya mengeluarkan sedikit tenaga
dan... Oke, Lupakan saja.
Waktu itu aku datang ke kantor kecamatan
cukup pagi, cukup pagi untuk ukuran pemalas, aku datang pukul sembilan, dan
masuk dengan santai di ruangan yang cukup sempit untuk melakukan aktivitas
senam yoga, tapi memang bukan itu fungsinya, di ruangan itu ada empat belas
tempat duduk, di kiri pintu ada dua baris yang tiap baris ada tiga tempat
duduk, sementara di kanan pintu ada delapan tempat duduk, empat di baris
pertama dan empat di baris ke dua. Dan semuanya sudah melakukan tugasnya untuk
menyangga pantat orang-orang yang bermuka tegang.
Ketika aku datang, aku dan temanku yang
mengekor di belakangku langsung menuju tempat pelayanan di ruangan itu, seperti
sekat dinding yang begitu besar yang terbuat dari sepenuhnya kayu, tapi tidak
terlalu tinggi, karena aku masih bisa melihat ubun-ubun petugas yang agak
sedikit botak, orang itu duduk tidak-terlalu-manis di dibalik meja penyekat
itu. Ketika aku bilang akan membuat ktp, aku di abaikan oleh orang di balik
meja itu, makhluk itu malah mengusirku seolah-olah aku meminta bekal makan
siangnya.
Jadi aku yang bingung hanya menoleh ke
temanku Heri yang ada di sampingku, dia bilang "Suruh nunggu
mungkin." Baiklah aku rasa dia benar, jadi aku membalikkan badan dan aku
melihat semua orang memandang ke arahku dengan tatapan yang tegang dan ada pula
yang menambahkan sedikit bumbu kebencian ke muka tegang itu, mendadak tempat
itu menjadi terasa mencekam, pengap, mungkin karena AC-nya tidak dinyalakan.
Aku hanya memasang muka cuek dan keluar dari tempat yang gerah itu.
Aku dan temanku duduk di depan ruangan
pengap itu, tapi disana malah terasa panas, kami menunggu diluar sekitar
beberapa menit ada banyak orang keluar masuk, tampaknya mereka sama
sepertiku di abaikan oleh orang semi botak itu. Karena aku merasa ini
keterlaluan, akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke dalam dan menghajar
petugasnya kalau tidak mau melayaniku, tidak mau mengabulkan permintaanku.
Temanku hampir mencegahku, tapi dia
tidak bisa, tidak berani mencegahku yang hampir berubah menjadi super saiyan,
atau lebih tepatnya dia bilang "Mungkin juga tidak berani", sialan
dia, akan aku buktikan kalau aku bisa menghancurkan tempat ini dengan
kekuatanku, akhirnya Heri hanya ikutan lagi di belakangku, dan aku berharap
Heri bisa membantuku kalau tiba-tiba petugas itu marah dan memanggil
teman-temannya, kalau lawan banyak ya mana berani aku.
Aku mendorong pintu kaca
hitam yang bertuliskan tarik, sangat sulit dan sepertinya tidak bisa terbuka,
mungkin di kunci dari dalam atau mungkin di kunci menggunakan kekuatan sihir,
sialnya aku tak membawa tongkat sihirku hari itu (sepertinya aku memang tidak
punya), aku ganti mendorong yang sebelahnya, akhirnya terbuka, aku berdiri di
depan pintu, dengan tangan di pinggang, pandanganku tertuju kearah meja yang di
baliknya bersembunyi seorang petugas, orang-orang di ruangan itu memandang
ke arahku lagi seperti tadi, tapi sekarang sudah tidak banyak orang disana, di
sebelah kiri ruangan baris kedua sudah kosong semua, di depannya ada dua orang
yang sepertinya adalah pasangan, tentu saja laki-laki dan perempuan.
Aku langsung menuju ke
petugas itu, dan bertanya seperti tadi, tapi petugas itu juga mengabaikanku
seperti tadi, aku berfikir ini seperti deja vu, atau mungkin aku sudah terkena
izanami. Karena aku merasa kesabaranku sudah habis, aku langsung menggebrak
meja penyekat itu aku berharap kayu itu bisa langsung hancur tapi ternyata
kekuatanku tak sekuat itu, petugas itu bangkit dari duduknya dan mendongak ke
arahku, ia menyeringai "Ada masalah apa?!"
Dan aku menjawab
"Masalah, Hah? Satu-satunya masalah disini adalah Anda, Bung!" Aku
menunjuk kearahnya dan meludah kesamping.
"Ya" kata Heri,
aku memandang ke arahnya, aku tahu dia pasti mendukungku.
"Oh ya? mungkin kau mau
bicara dengan teman-teman kantorku?" Katanya, kemudian bersiul,
"Sekarang kau yang mendapat masalah." dan saat itu juga muncul
beberapa orang dari dalam dengan cara mendobrak pintu dan langsung menodongkan
pistol kearah kami seolah-olah seperti polisi yang melakukan penyergapan kepada
kami yang sedang melakukan transaksi narkoba.
Heri langsung mengangkat
tangan dan berteriak "BUKAN AKU!" kemudian ia menunjukku, semua
pistol mengarah ke kepalaku, aku hanya tersenyum agar terlihat polos supaya
tidak ada peluru yang menyatu dengan organ tubuhku.
Tentu saja itu semua hanya
ada dalam imajinasiku, ketika aku melihat kursi kosong di belakang pasangan
itu, aku dan Heri langsung duduk disana, disamping kami di tempat duduk yang
terletak di kanan pintu duduklah seorang pria berbaju biru yang sedang memangku
anaknya yang terlihat lincah meronta ingin keluar bermain. Tak lama setelah itu
kami di suruh mengumpulkan berkas yang diperlukan di taruh di depan, aku
melakukannya.
Aku dan Heri melihat dua
orang di depan kami sedang mengobrol mesra, mereka memang pasangan, sementara
kami membicarakan tentang futsal dan lain-lain seperti obrolan bocah pada
umumnya, tak lama kemudian bapak berbaju biru juga ikut menimpali pembicaraan
kami setelah anaknya dibiarkan liar, tapi kadang ia terganggu ketika anaknya
lari keluar masuk ruangan hanya untuk menunjukan sesuatu padanya, pertama
membawa belalang, kemudian keluar dari ruangan itu dan masuk kembali membawa
jamur, begitu seterusnya dengan benda-benda lain, sampai-sampai bapak berbaju
biru itu kelihatan frustasi, aku tahu itu karena setelah itu Pak-Baju-Biru
langsung menuju petugas dan kemudian kembali, membawa anaknya keluar ruangan, dan
mereka tak kembali, entah hilang kemana, aku yakin pasti mereka pulang.
Oke, mari kita lupakan
Pak-Baju-Biru dan anaknya, ya karena setelah itu aku menunggu lama, orang di
depanku pun mulai mengajak aku dan Heri berbicara, mereka mengatakan bahwa
mereka sudah menunggu lebih lama daripada kami, dan ternyata benar mereka
adalah pasangan suami istri yang masih muda, mereka akan mengurus kartu
keluarga katanya.
Akhirnya petugas mulai
memanggil nama satu per satu, aku sangat senang karena itu artinya sebentar
lagi pasti giliranku, walaupun aku tidak tahu urutannya.
"Su...So!" kata
petugas dari balik meja penyekat, tak ada yang merespon, orang-orang yang duduk
menunggu saling pandang, mereka juga memandang ke arahku seolah-olah aku pemilik
nama SuSo, tentu itu bukan namaku, petugas itu berdiri dan tampaklah kepala
semi botaknya "Pak Suroso" setidaknya itu yang aku dengar, berarti
bukan SuSo.
Aku berdiri, semua memandang
ke arahku, mungkin mereka mengira aku benar-benar seorang Suroso tulen "Suroso
woe, Pak Suroso mana?"
Tidak ada yang menjawab, dan
wanita yang ada di depanku juga menengok ke arahku malah terlihat seperti
tertawa dia menutup mulutnya dengan tangan, dan terdengar sedikit suara khas
tawa seorang perempuan dari balik tangannya. Heri juga tertawa, dia berkata
padaku dengan "Suharso, bukan Suroso."
"Oh, aku dengarnya
Suroso", mbak-mbak di depanku tertawa lagi sambil mengucapkan Suroso,
mungkin nama itu terdengar lucu baginya.
"Suharso gak ada?"
Tanya petugas lagi, hening tidak ada jawaban, tapi tiba-tiba pintu terbuka
semua mata tertuju kesana dan masuklah Pak-Baju-Biru tadi dengan putung rokok
di tangannya, ia menghisap rokoknya dan berjalan santai seolah ia seorang ketua
Yakuza atau semacamnya, kemudian dia berkata "Akulah Suharso" dan
orang petugas menyuruh Pak Suharso langsung masuk ke tempat foto yang juga
terlihat dari tempat duduk, terletak di pojok ruangan di depan meja, di dalam,
di pisahkan oleh meja kayu penyekat, di hubungkan dengan pintu yang bisa di
buka di mejanya.
Dengan antusias Pak
Suroso maksudku Suharso langsung mematikan rokoknya di depan petugas itu,
kemudian ia buru-buru berjalan kearah pintu meja penyekat itu, dengan sangat
antusias dan semangat membara ia mendorong hingga engselnya itu copot dan pintu
itu terlepas, terjatuh, pintu kecil itu jatuh ke lantai dengan suara bedebam
yang mengagetkan. Semua orang heboh mendongak kearah Pak Suharso yang
sepertinya kaget, beberapa orang keluar dari ruangan sebelah. Pak Suharso
terlihat sangat bingung, ia berusaha membetulkan pintu. Sementara Pak Suharso
bingung yang lainnya malah tertawa, aku tertawa, Heri tertawa, wanita di
depanku dan pasangannya juga tertawa.
"Sudah-sudah" kata
petugas kecamatan "nanti di perbaiki." Ia langsung menanyai Pak
Suharso dengan nada marah, Pak Suharso terlihat gugup seolah-olah dia akan
menjalani ujian tengah semester. Kasihan sekali orang itu.
Setelah Pak Suharso selesai
foto dan lain-lain, orang itu langsung keluar ruangan sambil menebar senyum ke
semua yang duduk menunggu disana, senyumannya sangat menawan bagi emak-emak yang
lagi patah hati, atau secara harfiah bisa di katakan: menggelikan, ini pasti
akan berbeda jika yang menebar senyum itu adalah wanita yang ada di depanku.
Setelah itu semua, beberapa
orang di panggil bergiliran oleh petugas hingga tibalah giliranku, yang
ternyata tidak terlalu rumit, tidak ditanyai dengan nada mengancam seperti Pak
Suharso tadi, dan pastinya aku tidak perlu menjatuhkan pintu, aku hanya disuruh
foto dan lain-lain, dan aku melakukannya secara cepat.
Aku kira setelah itu aku
langsung bisa pulang dengan membawa KTP yang masih mengkilat, tapi ternyata
tidak, aku disuruh menunggu disana sampai aku di beri surat pengantar untuk ke
Kantor Catatan Sipil.
Saat itu aku ingin langsung
ke kantor catatan sipil tapi aku tidak bisa, karena sepertinya sudah terlalu
siang, aku kesana hari berikutnya, ternyata tidak buka karena hari libur,
bodohnya aku. Aku kesana hari berikutnya lagi, dan akhirnya buka, aku kira bisa
langsung dapat ktp hari itu juga, tapi ternyata tidak, aku harus menunggu lagi satu
minggu, ini sangat menjengkelkan artinya aku harus kembali kesana lagi.
Setelah bolak balik berulang
kali akhirnya ktpku jadi, aku tak pernah mengira prosesnya bisa serumit itu.
Dan yang paling menyebalkan dari semua itu adalah: KTP lamaku ketemu setelah
itu. Ya, ketemu.
Tamat.
Bhahahaha agak kampret ya udah ampe segitunya tapi ujung-ujungnya KTP lama ketemu. *pukpuk muhae*
BalasHapusya begitulah hidup kadang penuh sekali dengan kejutan-kejutan kecil yang menggelikan
Hapushehe...perjuangan mendpatkan ktp baru..sangat mengesankan bagi yg baru pertama kali :D
BalasHapussayangnya ini bukan yang pertama
Hapusperasaan gua dulu bikin ktp, gitu-gitu aja, sampe ga ada yang bisa diceritain.
BalasHapusya begitulah kaka, sebenarnya aku hanya melatih nulis diskripsi atau apalah itu
Hapusitu sih namanya dikerjain sama ktp lama, kerjain balik bro
BalasHapussitu pura-pura ngilang biar ktp lamanya nyariin juga
ya mungkin saranmu bisa di coba,
HapusBengong sambil ngupil mmg enak banget, kalo KTP nya dimasukin ke idung buat ngupil kira2 enak ngak yaaaa????
BalasHapusya coba saja
HapusYaila ternyata ketemu ktp lama nya. Sengaja mau dicari kali tuh yang lama (?)
BalasHapusEtdah..... malah yang lama ketemu.......
BalasHapusgue belum pernah bikin ktp sendiri di kecamatan sih, dulu cuma bikin ktp massal lewat sekolahan. Jadi tinggal ngumpulin berkas lewat ketua kelas terus nunggu namanya dipanggil dari speaker sekolah buat foto-foto. Foto bareng bapak petugasnya :((
gue pikir ada apa kok sempet liat ada pistol pistolan. ooo ternyata cuma di capil, wakaka
BalasHapusHahaha endingnya nyebelin ya Muhai,,, wkwkwkwkw, setelah rumit2 eh ketemu yang lama,,, KTP penting entar kalo kamu mau nikah Muhai,,, hehehehe :)
BalasHapusMendingan sebelum hilang lagi di scann hahahhaha. Jadi aman ada stoknya kalau yang asli hilang :-D
BalasHapusAstaga, akhirnya ketemuuu~
BalasHapusduh kasihan amat udah jadi malah ketemu ktp lamanya :D
BalasHapusRese banget -_- akhirnya ktp lama ketemu wkwkw :D
BalasHapus