Tentang Teh dan Nafasku
Aku
cukup yakin kalau kau melihat rambu peringatan di sepanjang jalan dengan
tulisan bahwa jalan itu berbahaya, kau akan lebih yakin kalau jalan itu memang berbahaya
jika dalam rambu itu ada gambar tengkorak manusia dan tulang menyilang di
bawahnya.
Namun
tidak di masa sekarang, aku sudah lama tidak bermotor di jalan yang dianggap
berbahaya, dan sekarang aku melihat rambu peringatan bahaya itu tidak
semenyeramkan seharusnya.
Yang
aku lihat di rambu peringatan jalan rawan kini adalah semacam banner
bertuliskan “Hati-Hati!!! Jaga Keselamatan, Rawan Kecelakaan.” Atau seperti itulah.
Ya, aku cukup yakin mereka menggunakan tiga tanda seru, terlihat tegas sekali,
bukan? Juga sedikit berima, seharusnya mereka membuat puisi agar lebih bagus,
siapa tahu para pengendara ugal-ugalan ingin menyempatkan diri untuk
membacanya.
Dan
di atas tulisan itu bukannya gambar tengkorak, tapi adalah gambar sekumpulan polisi
berseragam cokelat seperti pramuka dengan topi kebanggaan mereka. Sehingga aku
bertanya, apakah polisi yang berfoto untuk wisuda itu berbahaya?
Mereka
berbaris dua saf, yang depan duduk dan yang belakang berdiri, dengan berbagai
ekspresi wajah. Ada yang tersenyum dengan lengan bersilang di depan dada. Ada
yang kedua tangannya lurus di samping dan mata menatap mantap ke arah kamera seolah
sedang latihan baris berbaris. Tapi kebanyakan wajah mereka tegang karena
difoto, kumis mereka melintang di wajah terlihat seram, dan sangat meyakinkan,
jempol mereka mengisyaratkan ‘oke’ seolah bertanya, “Bagaimana kumis kerenku.
Oke, kan?”
Dan
jika memang begitu, sebenarnya aku ingin menjawab, “Wah kau benar, itu sangat ‘oke’.
Aku ingin satu untuk kuberikan kepada kucingku. Aku bosan melihat kumisnya.”
Ya,
maksudku, aku tidak mengerti, kenapa mereka menggunakan gambar itu. Mungkin itu
memang terlihat seram, tapi aku rasa dalam artian yang berbeda. Dan bisakah itu
menakuti pengendara ugal-ugalan? Aku rasa tidak.
Oh
mari kita lupakan masalah ini, tidak ada yang menggajiku untuk mengomentari
orang-orang eksis di rambu peringatan jalan.
Tepat.
Memang tidak ada yang menggajiku sama sekali. Aku hanya ingin membuat mantanku
cemburu saja.
Ya,
akhir-akhir ini aku sedang sering saling-mengirim-pesan bersama dia. Dan aku
rasa dia akan cemburu kepada kalau aku berfoto dengan seorang gadis lain.
Itulah yang harus kulakukan, dan apa hubungannya dengan rambu jalan, ya memang
sepertinya tidak ada, kecuali rasa geliku saat melihatnya di sepanjang
perjalanan.
Bertepatan
dengan itu, aku dan teman-temanku jalan-jalan ke perkebunan teh. Aku harap kau
bisa membayangkan apa yang aku bicarakan: Dataran tinggi dengan kabut yang
menyelimuti sepanjang hari, pohon-pohon cemara tinggi yang hijau menantang
langit, dan teh setinggi pinggul yang juga hijau dan basah selalu karena embun,
dan orang-orang yang menggigil berpelukan degan pasangan, atau memeluk diri
sendiri jika kau adalah seorang jomlo sepertiku.
Aku
bisa melihat nafasku membentuk butiran kabut ketika aku berbicara, ini sangat
keren. Aku sudah lupa betapa aku sudah lama tidak melihat hal sekeren ini,
udara di pegunungan memang benar-benar alami. Salah satu temanku saking terlalu
bersemangat akan hal ini, dia terus bernafas dengan mulutnya meski tidak
berbicara, dia mengatakan, “Lihat, aku bisa melihat nafasku,” karena hal itu,
aku harus menanggung malu saat orang-orang melihat ke arah kami.
Perkebunan
teh itu adalah tempat wisata, dan karena itu banyak orang, juga banyak
pedangang, dan motor terpakir rapi bagai rambut seorang rockabilly, dan juga banyak
gadis-gadis berjilbab, tentu saja. Itulah yang terpenting. Karena aku rasa aku
bisa berfoto dengan salah satu dari mereka untuk membuat mantanku cemburu.
Aku
yakin sekali dia akan cemburu kepadaku karena aku ternyata aku sudah berhasil
melupakannya, dan aku sudah memiliki pacar baru, dan jalan-jalan bersama ke
tempat yang romantis—ya, cuma agak sedikit romantis, sebenarnya.
Sebuah
ide yang sangat cemerlang. Walaupun kalian akan bilang aku adalah cowok ngenes.
Oke aku tak apa, aku cukup terima akan hal itu.
Setelah
berkeliling dan berfoto dengan teman-teman dengan latar pemandangan perkebunan
teh, akhirnya aku menemukan waktu untuk sendiri, dan kala itu aku melihat dua
gadis, sedang berfoto. Aku yakin aku bisa mengajak mereka untuk berfoto dan
berkenalan, ya mungkin berlanjut ke hubungan yang lebih serius. Tapi misi
utamaku hanyalah mengajak berfoto supaya mantan cemburu.
Mereka
memakai baju dan hijab warna oranye, dan yang satunya lagi hitam seperti malam,
dan aku mendekati yang berbaju oranye. Karena aku rasa dialah yang lebih
menarik, dan aku juga suka jeruk—jeruk berwarna oranye, kau ingat?
“Hai,
foto yuk,” ajakku langsung. Tapi bertepatan saat itu, teman-temanku para pemuda
rusuh itu berjalan ke arahku, dan mengejekku, sehingga gadis itu malu dan tidak
mau aku ajak foto, berusaha memalingkan wajahnya sembari tersenyum-senyum malu.
Dan
jujur aku sebenarnya juga cukup malu karena hal itu. Biasanya hal ini selalu
berhasil, tapi sayangnya teman-temanku yang membuat gadis itu malu. Aku yakin
sebenarnya dia tak akan menolak cowok seimut aku. (Oke silakan kalau mau
muntah, tapi maaf aku tidak menyediakannya kantung kresek untukmu.)
Yang
kedua adalah dengan gadis yang memakai baju biru, aku cukup yakin itulah
tujuanku, dia sedang berfoto ria dengan temannya yang memakai baju merah muda,
dan untuk memastikan teman-temanku tidak mengganggu, aku membiarkan mereka
berjalan lebih dulu.
Dan
aku langsung mendekati mereka. “Foto
bareng, yuk?” aku hendak mengatakan untuk aku perlihatkan ke mantan,
tapi tidak jadi.
Mereka
tidak menjawab, tapi si baju biru yang duduk di undakan besi mengangguk dan
seperti tersenyum. Aku duduk di dekatnya dan mengambil satu swafoto bersamanya,
namun sayangnya foto itu payah. Kemudian si baju merah muda datang ikut duduk di
antara kami, dan aku mengambil foto lagi, dua kali, kemudian aku berterimakasih
kepada mereka karena telah bekerja sama.
Saat
setelah itu aku turun dari tempat itu dan menjauh sembari mengamati hasil foto
itu. Karena seperti kataku, aku hanya bertujuan untuk mendapat foto saja, tapi
tidak untuk berkenalan.
Tapi
tiba-tiba si baju merah muda bertanya kepadaku tentang asalku, dan kemudian aku
menjawab dan bertanya juga kepadanya sama seperti yang dia tanyakan. Aku
kembali melihat ke arahnya, dari dekat dia mengenakan kaca mata bebingkai
seperti Harry Potter yang dia taruh tidak pada tempatnya, dan wajah remajanya
yang berjerawat, juga sebuah plester putih kecil di atas hidungnya yang
membuatnya tampak seperti tokoh anime. Alisnya—alis mereka, aku mengawasi keduanya—terlihat
aneh. Aku memang tidak ahli dalam menggambar alis karena aku memang tidak
pernah melakukannya, tapi alis mereka terlihat konyol, tergambar di sana
seperti menggunakan kuas photoshop, dan tidak sesuai dengan garisnya, sehingga
kalau diawasi tampak membuatnya terlihat sedang bersedih.
Aku
menahan tawa, tapi tidak menertawakan mereka, aku ingat apa yang dikatakan oleh
temanku, Oki, waktu secara tidak sengaja aku keceplosan bilang bahwa dia memakai
bedak terlalu tebal, “Kamu itu harus coba menghargai sedikit usaha cewek untuk
dandan, kita itu butuh waktu buat dandan gini buat kalian—para cowok.”
Kembali
ke alis mereka, yang seperti berwarna hitam kecokelatan, mungkin tidak terlalu
buruk. Setidaknya aku pernah melihat cewek yang lebih aneh yang menggambar alis
mereka terlalu tebal dan berbentuk persegi panjang yang sempurna seperti alis Shincan,
dan aku menertawakannya bersama Oki waktu itu, dia setuju ketika aku bilang
kalau mungkin cewek itu adalah fans garis keras Shinchan... (tapi itu cerita lain.)
“Lagi
camping di sini?” tanya si baju merah
muda mengaburkan lamunanku tentang alis mereka.
“Alis—eh,
Tidak. Bukan. Maksudku cuma jalan-jalan, cuma liburan saja.” Aku tersenyum tapi
mengumpat dalam hati.
Dan
dia mengangguk, tampak menunggu aku bertanya lagi. Tapi aku tidak mengatakan
apa-apa lagi, karena aku rasa aku harus pergi sebelum teman-temanku
meninggalkanku. “Thanks,” dan aku pergi meninggalkan mereka.
“Dapat?”
tanya temanku ketika aku kembali bergabung bersama mereka, mengira aku berusaha
berkenalan dengan gadis-gadis itu. “Aku sendiri tidak dapat, dia mengabaikan
kami tadi.”
“Ya
sepertinya mereka takut kepada kalian.” Kataku. “Tapi aku cukup keren, makannya
mereka mau berfoto denganku.” Dan aku ingin menambahkan kalau aku amat sangat
tampan dan bla-bla-bla, tapi aku rasa itu sudah cukup jelas jadi aku tidak
mengatakannya.
Setelah
aku kembali bersama dengan yang lain dan berfoto-foto di beberapa spot, kami
pulang. Di parkiran aku melihat dua cewek pertama, mereka tersenyum malu—atau
entahlah sepertinya menertawakan. Sungguh, aku mengira tingkahku yang tadi
sangat memalukan, tapi ternyata aku rasa mereka menertawakan temanku yang
berada di sampingku, yang masih memainkan nafasnya yang bisa membentuk kabut.
Aku
menyuruhnya berhenti melakukan itu agar aku tidak seperti orang dungu, tapi
saat aku berbicara, aku menyadari, melihat kabut yang terbentuk dari nafas itu
memang menarik, jadi aku melakukan hal yang sama. Pada saat itu, dua cewek yang
aku ajak berfoto datang, dan sepertinya mereka melihatku, sehingga aku segera menghentikan
permainan nafas-kabut-dungu ini. Aku melihat ke arah mereka, mereka sama sekali
tidak melihatku saat aku berusaha tersenyum ramah kepada mereka. Entahlah.
Aku
mengambil kesimpulan sepertinya mungkin dia ingin berkenalan denganku yang
keren ini, tapi aku hanya mengabaikannya, hanya mengambil keuntungan untukku
saja sebagai bahan untuk membuat mantan merasa cemburu, ini menyebalkan.
Aku
hanya tidak ingin berkenalan dengan mereka saja, aku tidak ingin mengenal orang
asing, apalagi cukup jauh, bagaimana cara kami berkencan nantinya kalau jarak
kami saja sangat jauh. Menjalani hubungan jarak jauh? Itu tidak enak, bung. Sumpah.
Atau
mungkin... kemungkinan kedua, oh teman, jangan bilang kalau mereka tidak mau
melihat ke arahku karena jijik kepadaku yang bermain kabut dengan nafasku
seperti orang dungu. Oke, mari kita hapuskan pemikiran yang ini.
Saat
malam harinya, mantanku mengomentari fotoku, “Kamu main sama cewek terus, kamu
terlihat seperti cewek,” (dengan emotikon gelak tawa.)
Oke,
cukup. Aku rasa aku gagal membuatnya cemburu.
Ya Allah.. mau foto bareng cewek cuman biar mantan cemburu lucu sekali...!! Dan lebih lucunya ternyata mantan terlihat gak cemburu 😂😂😂
BalasHapusBTW aku juga terlihat norak kalo bisa liat nafas sendiri.. 😅
haha aku memang lucu, kasihan ya aku..
Hapustos, kita sama
Ngahaha, malah dikira yang enggak-enggak. Niatmu jangan buat dia cemburu, bang. Tapi ikhlas aja buat foto-foto sama cewek (niat macam apa itu, ya?)
BalasHapusLanjutkan foto-foto seperti itu. Btw, ini beneran kan? Salut bisa ngajak foto orang asing.
yup beneran. payah.
HapusJangan menghina alis cewek. Serem kalau mereka marah euy. :)
BalasHapusJarang berani minta foto sama orang asing, sih. Lebih sering foto pemandangannya aja. Ehe.
Tapi gak apa atuh kenalan. Kan kenalan gak harus jadi pacar. :p
yap sama aku juga lebih suka pemandangan, liatin wajah cewek, i mean.
Hapushaha benar sekal, gak harus jadi pacar, tapi saat itu, itulah yang aku pikirkan. ahhaa